SKETSA | Citarum

Silahkan bagikan

Oleh Syakieb Sungkar

MELIHAT ribuan rumah terendam di Baleendah, Selasa lalu, nampak anak-anak berenang-renang di jalan banjir dengan bahagia. Tetapi hati saya jadi ngenes. Kenapa ya? Di saat yang bersamaan, Gubernur kita telah meletakkan sampah menjadi masalah paling serius yang membuat Sungai Citarum kotor. Itu benar, sampah harus dibersihkan. Tetapi sampah bukanlah pangkal masalah mengapa Citarum selalu banjir. Apalagi kalau seandainya dikatakan bahwa penyebab banjir adalah adanya curahan air dari langit, untuk itu harus disiapkan pawang untuk jaga-jaga di musim penghujan. Nah, kalau solusi itu yang diberikan, maka penanganan banjir akan salah arah.

Gambar 1 – Banjir di Baleendah.

Deforestasi

Menurut saya, penyebab banjir adalah deforestasi besar-besaran yang terjadi di seluruh pelosok hutan Jawa Barat. Jawa Barat mempunyai permasalahan besar dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan penduduk dan keberlanjutan lingkungan. Sebuah penelitian yang diterbitkan IPB bulan lalu, bahwa sekitar 20,8% atau 167.473 ha kawasan hutan mengalami penggundulan karena pemakaian lahan yang tidak selaras dengan rencana tata ruang. Secara mudah dapat terlihat di depan mata bagaimana kawasan Dago Utara yang seharusnya menjadi tandon air hujan, terus-menerus membangun perumahan dan resort di area tersebut. Tidak terlihat adanya usaha penghentian deforestasi yang terus berlangsung itu.

Pada tempat yang sedikit lebih jauh dari Gedung Sate, Kabupaten Bogor misalnya, Kabupaten tersebut merupakan wilayah dengan laju deforestasi tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Dengan luas penggundulan hutan sekitar 7.435,77 ha, hal itu hanya berlangsung dalam kurun 2 tahun saja. Dan penggundulan akan terus menerus meningkat dengan bertambahnya waktu. Akibatnya, Jakarta menjadi kecipratan banjir kiriman dari Jawa Barat. Dengan menggunakan Metode Cellular Automata, Kabupaten Bogor berpotensi mengalami deforestasi seluas 15.665,79 ha. Sehingga rencana tata ruang yang pada awalnya ingin mempunyai hutan seluas 84.674,46 ha, hanya tersisa menjadi 40.065,54 ha saja.

Baca Juga :  Saudi Ingatkan Jangan Gunakan Jasa Umroh Ilegal

Gambar 2 – Peta DAS Citarum.

Soal banjir itu lebih ke soal hulu, ketimbang hilir. Kalau hulu tidak ditata dengan baik, hutan gundul tidak dihijaukan kembali, pembangunan properti di daerah serapan air tidak dihentikan, maka apa yang dikerjakan di hilir seperti menggarami laut. Padahal Citarum ini bukan urusan sembarangan. Ada program yang namanya Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan (PPK) DAS Citarum (2019-2025) yang berbiaya Rp 16,1 Triliun. Jika uang sebesar itu disia-siakan dengan tidak mensolusikan masalah hulu sungai, maka hasilnya akan berat sebelah, kalau tidak ingin disebut sia-sia.

Limbah Industri

Pada 20 November 2021 lalu, berbarengan dengan pembukaan Jakarta Bienalle, saya diajak untuk mengunjungi private viewing galeri ROH yang baru, oleh pemiliknya, Jun Triyadi. Sebelumnya ROH itu bermarkas di kawasan SCBD, tetapi sekarang sudah punya tempat sendiri yang lebih besar dan keren di jalan Surabaya. Penampilan ROH yang pertama pada galeri barunya itu diberi judul “Last Words”. Ada 12 perupa kontemporer dari dalam dan luar negeri ikut memamerkan karyanya di pameran Last Words itu.

Gambar 3 – Karya Kei Imazu.

Salah satu karya yang menggugah saya pada pameran itu adalah karya Kei Imazu, perupa wanita asal Jepang kelahiran Yamaguchi tahun 1980, yang melakukan studi tentang ikan-ikan yang sudah musnah di sungai Citarum. Setiap jenis ikan yang pernah ada dilukis dengan mirip pada sebidang papan bekas pintu berukuran 40 X 55 cm2. Cat-cat yang sebagian sudah mengelupas dari pintu tua itu menjadi background dari ikan Citarum yang sudah wafat dan tinggal namanya saja. Ada 69 panel yang dipajang dengan diberi jarak sekitar 40 cm, sehingga gabungan panel-panel itu menjadi sebuah karya raksasa dengan tinggi 6 m. Ditambah peletakkan panel itu dimulai dari jarak 1,5 m dari lantai, maka kumpulan panel itu menjadi suatu karya jumbo berukuran sekitar 8 X 10 m2. Karya itu terlihat kolosal, karena pengunjung terhibur dengan ikan-ikan Citarum berwarna-warni indah yang sekarang sudah almarhum. Respon pengunjung setelah melihat dan mengerti karya Kei Imazu yang diberi judul “Lost Fish” ini cukup membangkitkan kegeraman orang atas pencemaran sungai yang terjadi di Citarum sehingga ikan-ikan itu tidak dapat kita lihat lagi dalam versi yang hidup.

Baca Juga :  Warga Bandung Jangan Lewatkan Festival Cibadak Funday Mulai Besok dan Lusa!

Ikan tertinggal di Citarum yang dapat hidup saat ini adalah jenis yang kuat terhadap pencemaran, yaitu ikan-ikan jelek rupa seperti jambal dan sapu-sapu. Ikan itu setiap hari mandi limbah pewarna tekstil dan logam-logam berbahaya seperti Timbal, Mangan, Chrom, Tembaga, Besi, serta Merkuri, limbah kotoran ternak, limbah kertas, limbah plastik, limbah pestisida dan limbah rumah tangga, serta limbah kotoran manusia. Itu pun kita harus berhati-hati karena ada kemungkinan banyak terdapat logam berat dalam daging ikan tersebut sehingga akan membahayakan tubuh manusia kalau kita memakan ikan yang tercemar. Bisa dibayangkan kalau tiba-tiba tubuh kita dapat bercahaya di malam hari gara-gara terlalu banyak termakan limbah logam. Semua limbah itu berasal dari 500 pabrik yang berdiri di sekitar Ciliwung, dan 80% dari mereka tidak punya Instalasi Pengolah Limbah (IPAL), sehingga seenaknya membuang limbah ke Citarum.

Perlu Kerja Keras

Menghadapi deforestasi dan pabrik pencemar, perlu kerja keras, disiplin dan ketegasan. Mungkin levelnya lebih ditingkatkan dari sekedar persuasi menjadi tindakan ke ranah hukum. Hal itu perlu keseriusan dan koordinasi lintas disiplin, agar program-program terkait pembersihan dan pengendalian banjir Ciliwung dapat terlaksana dengan baik. Untuk itu, sekali lagi yang perlu diingat adalah RK harus mengurangi pencitraan via medsos. Kerja sinkronisasi dan sinergi itu memakan waktu, membutuhkan keihklasan, perlu pengawasan ketat (termasuk juga memeriksa, mengawasi, memberi peringatan dan menutup pabrik-pabrik pencemar), serta tanpa pamrih. Karena kalau gagal, Baleendah akan menjadi kolam rekreasi sepanjang tahun, taman hiburan untuk anak kompleks berenang di air kotor bercampur limbah berbahaya. ***

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Laga El Clasico: Barcelona Hancurkan Real Madrid 4-0

Sen Mar 21 , 2022
Silahkan bagikanVISI.NEWS/MADRID- Barcelona membuat kejutan besar dengan menghancurkan kandidat juara Laliga, Real Madrid 4-0 dalam laga bertajuk El Clasico yang berlangsung di Santiago Bernabeu, Madrid, Senin (21/3) pagi tadi WIB. Barcelona yang sebelumnya dihantam berbagai permasalahan baik moril maupun materil kini mulai bangkit menjadi klub yang ditakuti. Ini dibuktikan dari […]